Air yang Sudah Dibuang Tidak Bisa Disatukan Kembali
Pada jaman dinasti Han (208-220 SM), hiduplah seorang pelajar yang bernama Chu Mai Chen. Untuk menopang hidup diri dan keluarganya, ia hanya bergantung dari hasil memotong kayu bakar.
Pada waktu hendak mencari dan setelah memotong kayu bakar, diperjalanan Chu Mai Chen sambil berjalan sambil membaca dan belajar, bacaannya terdengar dengan jelas dan nyaring, orang yang tidak pernah mendengarnya pasti mengira bahwa dia sedang menyanyikan sebuah lagu gunung. Pada waktu malam hari, karena dia tidak dapat membeli minyak untuk lampu, dia terpaksa membakar cabang pohon cemara sebagai penerangan. Dalam keheningan dan kegelapan malam itulah dia dengan tekun membaca dan belajar.
Dengan keadaan yang seperti ini setiap hari, istri Chu Mai Chen benar-benar tidak dapat menerimanya, lantas dengan menangis tersedu-sedu ia minta cerai. Chu Mai Chen selalu menghiburnya dengan berkata: “Meskipun keadaan kita sekarang sangat miskin, tetapi pada suatu hari saya pasti bisa berhasil, pada waktu itu kita pasti kaya dan mulia, seumur hidup kita pasti akan hidup enak dan berkecukupan tidak pernah habis! Kamu dan saya sudah mengalami pahit manis selama beberapa tahun, bersabarlah lagi untuk sementara waktu. Hari baik akan segera tiba!”
Setelah istrinya mendengar perkataan itu, dengan marah dia berkata: “Orang terpelajar seperti kamu ini, sudah tidak mati kelaparan saja sudah untung, masih mau berharap apa lagi terhadap kekayaan dan kemuliaan?”. Akhirnya dia memaksa untuk cerai, bagaimanapun Chu Mai Chen menasehatinya, hal tersebut tidak ada gunanya, dengan terpaksa dia membiarkan istrinya untuk pergi.
Selang beberapa tahun kemudian, Chu Mai Chen terpilih sebagai hakim atas perintah dari kerajaan. Pada waktu terdengar akan kembali ke kampung halamannya, untuk menyambut dan menghormatinya, pemerintah daerah setempat memerintahkan penduduknya, pada hari dia kembali tersebut untuk menyapu jalanan dengan bersih, bekas istri Chu Mai Chen juga ada diantara gerombolan orang-orang yang menyapu tersebut.
Ketika dia melihat Chu Mai Chen memakai topi hitam resmi pemerintahan Tiongkok kuno, dengan baju seragam pemerintahan khusus, mengendarai kuda yang kekar dan tinggi serta dengan gagah dan penuh wibawa pada waktu berjalan, dia terkejut dan terkesima. Ia memohon Chu Mai Chen untuk membawanya pulang kembali ke rumah.
Chu Mai Chen dengan asal saja mengambil sebaskom air, dan dituangkan ke tanah, kemudian dia berkata kepada bekas istrinya: “Perasaaan cinta kita sudah seperti air yang tertumpah ke tanah, tidak dapat lagi disatukan kembali.”
RELATED POST :
0 komentar:
Posting Komentar